POTENSI
BUDIDAYA SIDAT
Budidaya
ikan sidat (Anguilla bicolor) salah satu peluang usaha yang sangat
potensial untuk dikembangkan. Dalam kegiatan budidaya perikanan terdapat
pengelolaan intensif dengan melakukan pengelolaan air, seleksi benih,
pengelolaan pakan, pengendalian hama dan penyakit setiap komponen tersebut
terkait erat, namun usaha yang paling menentukan secara ekonomis adalah
pengelolaan pakan. Kendala pada pengembangan budidaya pembesaran ikan ini
adalah kualitas pakan yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan nutrisi pada
ikan yang dipilihara.
Indonesia berpotensi untuk mengembangkan budidaya sidat karena mempunyai jenis ikan sidat yang beragam. Miller & Tsukamoto (2004) melaporkan bahwa
di dunia terdapat 18 jenis sidat, tujuh diantaranya ditemukan di perairan Indonesia (Sugeha et al. 2006). Jenis sidat yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia baru Anguilla bicolor (Peni, 1993). Jenis tersebut terbagi menjadi dua subspecies, yaitu A. bicolor bicolor dan A. bicolor pacifica (Watanabe
et al., 2005).
Sidat merupakan sumberdaya perikanan yang banyak menarik perhatian, baik
dari kalangan peneliti maupun praktisi. Hal
ini dikarenakan mempunyai siklus hidup yang
unik, bergizi tinggi, dan bernilai ekonomis
tinggi baik untuk pasar lokal maupun
ekspor (Haryono, 2008). Daging sidat memiliki
kandungan protein yang tinggi 16,4% dan
vitamin A sebesar 4700 IU (Pratiwi, 1998).
Secara ekonomi, Hernando (2007) menyebutkan
bahwa di Indonesia sidat belum menjadi
makanan populer, sebaliknya di Jepang
harganya sangat tinggi.
Siklus hidup sidat sangat kompleks, salah satu tahapan yang menarik adalah perpindahan antara leptocephalus yang hidup di laut menjadi glass eel yang beruaya/bermigrasi memasuki perairan tawar (Davey & Jellyman, 2005; Aida dalam Linton
et al. 2007). Ikan sidat mempunyai kebiasaan hidup memijah di laut yang hangat pada kedalaman sekitar 400 m (Matsui, 1982). Benih sidat akan masuk muara sungai pada malam hari ketika pasang tinggi dan salinitas di muara sungai rendah (Matsui, 1982; Tesch, 2003; Dou & Tsukamoto, 2003; Linton et al.,
2007).
Tingginya tingkat penangkapan berakibat makin terancamnya ketersediaan benih sidat di alam. Diantaranya adalah penurunan hasil tangkapan sidat Eropa (Anguilla anguilla) yang tinggal 5-10% dibandingkan tahun 1970an (ICES 2007 dalam Aalto et al. 2016). Bahkan jenis sidat
ini sudah masuk dalam daftar Appendix II
CITES (Charrier et al. 2012). Penurunan
hasil tangkapan benih sidat secara
drastis juga terjadi pada spesies sidat Amerika (Anguilla rostrata) dan sidat Jepang (Anguilla japonica)
(Harisson et al. 2014). Kondisi serupa dapat menimpa terhadap sidat di Indonesia bila tidak dikelola dengan baik. Berkurangnya hasil tangkapan benih sidat dapat disebabkan oleh tingginya tingkat ekpsloitasi,
menurunnya kualitas lingkungan berupa pencemaran
air, sedimentasi, penambangan, dan dampak
pembangunan lainnya. Oleh karena itu diperlukan identifikasi ancaman yang terdapat di sekitar habitat ruaya benih ikan sidat Indonesia. Daerah penangkapan benih sidat di Indonesia
terutama di pantai barat Sumatera dan pantai Selatan Jawa (Sutardjo & Mahfudz,
1972; Affandi et al., 1995; Sarwono, 1999).
Hal ini terkait dengan lokasi pemijahannya.
Menurut Feunteun (2002), bahwa lokasi
pemijahan sidat jenis A. bicolor salah
satunya adalah di Samudera Indonesia bagian
barat daya Sumatera.
Klasifikasi
Menurut Nelson (1994) ikan sidat diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Subkelas : Neopterygii
Division : Teleostei
Ordo : Anguilliformes
Famili : Anguillidae
Genus : Anguilla
Species : Anguilla
spp.
Nama spesies : Anguilla bicolor Sidat ( Anguilla spp.)
merupakan ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomis penting baik untuk pasar
lokal maupun luar negeri. Permintaan pasar akan ikan sidat sangat tinggi mencapai
500.000 ton per tahun terutama dari Jepang dan Korea, pemasok utama sidat
adalah China dan Taiwan (Anonim, 2006). Sidat yang dikenal dengan ’unagi’ di
Jepang sangat mahal harganya karena memiliki kandungan protein 16,4% dan
vitamin A yang tinggi sebesar 4700IU (Pratiwi, 1998).
Morfologi Tubuh sidat berbentuk
bulat memanjang, sekilas mirip dengan belut yang biasa dijumpai di areal
persawahan. Salah satu karakter/bagian tubuh sidat yang membedakannya dari
belut adalah keberadaan sirip dada yang relatif kecil dan terletak tepat di
belakang kepala sehingga mirip seperti daun telinga sehingga dinamakan
pula belut bertelinga. Bentuk tubuh yang memanjang seperti ular memudahkan bagi
sidat untuk berenang diantara celah-celah sempit dan lubang di dasar perairan.
Panjang tubuh ikan sidat bervariasi tergantung jenisnya yaitu antara 50-125 cm.
Ketiga siripnya yang meliputi sirip punggung, sirip dubur dan sirip ekor
menyatu. Selain itu terdapat sisik sangat kecil yang terletak di bawah kulit
pada sisi lateral. Perbedaan diantara jenis ikan sidat dapat dilihat antara
lain dari perbandingan antara panjang preanal (sebelum sirip dubur)
dan predorsal (sebelum sirip punggung), struktur gigi pada rahang atas,
bentuk kepala dan jumlah tulang belakang.
Kebiasaan Makan Ikan Sidat Berdasarkan analisis isi
lambung ikan sidat dewasa didapatkan jenis makanannya adalah kepiting,
udang dan keong. Sedangkan pada elver dan glass eel, jenis
makanannya tidak teridentifikasi. Berdasarkan penelitian Pirzan dan Wardoyo
(1979) ikan sidat pada stadia
elver memakan plankton, ikan kecil, udang-udangan dan insekta. Sedangkan
glass eel yang baru masuk ke cabang sungai isi lambungnya kosong. Menurut
Sutardjo dan Mahfudz (1971) ikan sidat yang berukuran 14,5 B 66,3 cm sebagian
besar makanannya berupa udang.Jenis-jenis makanan ikan sidat tersebut sesuai
dengan keberadaan jenis-jenis organism yang tersedia di habitatnya. Oleh karena
itu pertumbuhan dan kehidupan ikan sidat sangat tergantung pada kehidupan
organism bentik baik insekta, moluska maupun dekapoda. Di alam ikan sidat
memakan bermacam-macam insekta, cacing dan ikan kecil. Ikan sidat jantan akan
matang gonad pada umur 3-4 tahun, sedangkan sidat betina 4-5 tahun. Setelah
ikan dewasa akan kembali ke laut dan mencari spawning ground lalu mati setelah
memijah ( spawn).
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran baik panjang volume
atau berat dalam satu waktu tertentu (Effendie, 1997). Weatherley (1972) dalam Sriati
(1998) mengemukakan bahwa pada stadia juvenil, ikan sidat mempunyai laju
pertumbuhan yang cepat, di mana panjang berat bersifat linier. Hal ini
disebabkan karena pada stadia juvenil belum terjadi perkembangan gonad,
sehingga kelebihan energi yang masuk seluruhnya digunakan untuk pertumbuhan.
Umumnya di daerah tropis makanan merupakan faktor yang sangat berpengaruh demi
pertumbuhan ikan sidat. Pada keadaan normal, ikan akan mengkonsumsi makanan
relatif lebih banyak sehingga pertumbuhannya sangat cepat. Selain itu
keberhasilan dalam mendapatkan makanan akan menentukan pertumbuhan ikan
tersebut (Affandi dan Riani ; 1994). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa
khusus untuk daerah tropis, pertumbuhan terjadi pada bulan April hingga September,
dan pada periode tersebut ikan sidat aktif dalam mencari makan.
Beberapa penyebab pertumbuhan larva lambat adalah
nafsu makan kurang, kualitas pakan tambahan rendah dan jumlah pakan yang
kurang, serta padat penebaran yang terlalu tinggi. Selain itu faktor yang dapat
mempengaruhi rendahnya kelangsungan hidup benih ikan sidat, adalah
persiapan bak atau wadah pemeliharaan benih yang kurang sempurna, padat
penebaran yang terlalu tinggi, adanya serangan penyakit ekor putih (Sasongko
dkk., 2007).
Disarikan dari
berbarbagai sumber